Tidak seperti hari-hari biasanya, dua hari yang lalu (Kamis, 3 Desember 2008) saya duduk agak lebih lama seusai sholat maghrib. Masih dengan memakai mukena, saya duduk di atas sajadah dan membaca surat Yasin khusus untuk almarhum Opa. Ya, hari itu adalah hari ulang tahun beliau dan sejak meninggal satu setengah tahun yang lalu, saya selalu mengirimkan surat Yasin sebagai doa spesial di hari ulang tahun beliau.
Sejak Opa meninggal pada bulan Mei 2007 lalu, Oma dan kami semua para anak dan cucu beliau merasa sangat kehilangan seseorang yang berharga buat keluarga besar kami. Terutama saya dan para sepupu. Bagi kami bertujuh, Opa merupakan sosok yang menjadi idola dan tentu saja menjadi kakek yang sangat menyayangi kami. Tidak ada kenangan kami bersama Opa yang tidak memorable.
Saya dan enam sepupu yang lain sejak kecil sangat dekat dengan Opa. Opa tidak pernah protes kalau kami bertujuh berkumpul dan bikin seluruh rumah bising oleh teriakan dan pertengkaran kami. Opa juga selalu melihat raport kami bergiliran dan mengomentari isinya. Beliau selalu mengungkapkan ketidakpuasannya kalau ada di antara kami yang tidak dapat rangking, lalu menasihati supaya pada penerimaan raport mendatang nilai kami jadi lebih baik. Opa juga sering mengajak kami berlibur ataupun makan bersama di restoran.
Opa adalah inspirator pribadi saya. Saya belajar banyak sekali dari beliau. Mama sering bercerita tentang perjuangan beliau bersekolah sampai menjadi seorang dokter. Opa memang berasal dari keluarga yang notabene kurang mampu. Tapi semangat dan keinginan beliau untuk menjadi lebih maju membuat beliau tetap berjuang untuk bisa bersekolah tinggi. Maka tak heran, di antara saudara-saudaranya, bisa dibilang taraf hidup Opa yang paling baik.
Opa juga yang membuat saya bercita-cita untuk menjadi asisten praktikum sejak masuk kuliah. Itu karena Mama sering bercerita bahwa semasa kuliah Opa juga mencari penghasilan dengan cara menjadi asisten dosen mata kuliah Anatomi. Padahal mata kuliah Anatomi terbilang sulit bagi mahasiswa kedokteran. Saya tak heran mandengar Opa bisa sukses menjadi asisten. Opa memang pandai dan tekun belajar. Setiap kali mendengar cerita itu, tekad saya untuk menjadi asisten praktikum semakin kuat. Semoga saja saya bisa menjadi seperti Opa yang bisa menularkan ilmunya bagi mahasiswa lain. ^_^
Di mata kami, anak dan cucu beliau, Opa merupakan leader keluarga yang luar biasa. Beliau bisa selalu menjaga silaturahmi dengan anggota keluarga besar yang jauh. Kalau diistilahkan, beliau bisa merangkul mereka semua sehingga Opa menjadi sosok yang sangat dihormati. Kebetulan Opa juga terhitung dituakan. Saya masih ingat ketika diadakan pesta ulang tahun Opa di Bogor. Sepertinya tak ada satupun yang mau melewatkan pesta untuk Opa. Sosok Opa yang humoris dan suka bercanda, dalah satu dari sekian banyak kelebihan beliau. Opa sering menciptakan istilah-istilah baru yang lucu dan akhirnya jadi trademark kami semua. Opa juga sangat kebapakan. Inilah yang mungkin paling tidak bisa dilupakan oleh Mas Elang dan Tiza. Sejak ibu mereka meninggal, mereka ikut Opa dan Oma. Jadilah Opa dan Oma seperti orang tua kandung mereka sendiri.
Entah kenapa setelah beliau sekarang tak ada saya justru makin merasakan kehadiran beliau dalam diri Mama dan anak-anaknya yang lain. Setelah Opa meninggal, otomatis Pakde (kakaknya Mama) mengambil alih kepemimpinan keluarga besar. Saat memimpin rapat keluarga saya merasa Opa hadir dalam sifat pemimpin Pakde. Kalau melihat Mama bergaul dengan anggota keluarga yang lain, saya juga merasakan sifat penyayang Opa tercermin dalam diri Mama. Dengan Om saya pun begitu. Ketekunan Opa menurun semua padanya. Tak heran ia jadi dokter yang juga sangat sukses sekarang. Sedangkan tante saya mendapatkan gen kecerdasan Opa. Mama sering bercerita bahwa Tante mengikuti ujian SPMB (waktu itu namanya UMPTN) di rumah sakit dan tetap bisa lolos masuk FK UGM.
Meski begitu ada juga masa-masa saya sering bentrok dengan Opa. Perbedaan generasi dan cara pandang membuat kami jadi sering berbenturan. Tapi saya tahu dengan pasti bahwa Opa tetap menyayangi saya. Hanya saja mungkin caranya tak bisa saya pahami. Namun tetap saja saya menyesal kenapa dulu harus ada saat-saat kami tidak akur.
Opa meninggal beberapa hari sebelum saya mengikuti ujian akhir sekolah (UAS). Pada saat pemakaman beliau yang dilaksanakan di Purwokerto, alhamdulillah banyak yang hadir dan mendoakan beliau. Kami tujuh bersaudara sepupu pun hadir memberi penghormatan terakhir. Dia antara kami bertujuh, saya yang menangis paling..... apa ya istilahnya? Kejer kali ya? Pokoknya tersedu-sedu sekali. Apalagi waktu jenazah Opa dimasukkan ke liang lahat. Wah, ngga tahan untuk ngga nangis pokoknya. Ketika kembali ke rumah pun begitu. Rasanya ada yang hilang. Tapi pelang-pelan kami sekeluarga bisa mengikhlaskan. Karena memang beliau sudah lama sakit. Jadi mungkin inilah jalan yang terbaik untuk beliau supaya penderitaan beliau tidak berlarut-larut.
Tapi entah kenapa, walaupun sudah tak ada, saya tetap merasa Opa masih ada bersama saya. Usai ujian sampai menunggu pengumuman kelulusan saya merasa masih didampingi Opa. Dan dua hari sebelum saya dinyatakan lulus, barulah saya merasa beliau sudah benar-benar pergi. Tapi saya tidak merasa sedih karena entah kenapa saya tahu Opa sudah merasa lega dan damai. Mungkin memang Opa ingin memastikan saya lulus sebelum pergi. Ketika saya menjajal peruntungan dengan mengikuti SPMB untuk yang kedua kalinya, saya juga merasakan hal yang sama. Satu hari sebelum pengumuman, saya bermimpi Opa mengacak-acak rambut saya dengan penuh sayang dan tersenyum bangga pada saya. Setelah itu beliau pergi. Ketika bangun, saya menangis dan sadar bahwa Opa tak pernah sekalipun tak merasa bangga pada saya.
Jadi, Opa, Icha hanya ingin bilang kalau Icha sangat sayang pada Opa. Semoga Opa selalu tenang dan diberi kedamaian. I love you and I miss you, Opa.....
*Ini video clip lagu Slipped Away dari Avril Lavigne. Lagu ini ditulis Avril khusus untuk mendiang kakeknya. Jadi, lagu ini juga akan saya persembahkan untuk Opa. Once again, I miss you, Opa.....
January Makeup Entry
2 years ago
0 comments:
Post a Comment