Friday, April 6, 2012

The Hunger Games : Awal Trilogi yang Bikin Galau Setengah Mati

Posted by Icha at 2:35 PM 0 comments
Akhirnya setelah sekian lama ngerasa hampa karena tamatnya serial Harry Potter, ada juga buku yang bisa bikin emosi saya campur aduk ngga karuan.
 
Ini yang saya beli versi terjemahannya dan dapetnya yang cover film

Sebenernya saya TELAT BANGET tau soal The Hunger Games trilogy. Terjemahan buku pertamanya terbit tahun 2008 dan saya baru baca tahun 2012!! Saya gemes sama diri sendiri, soalnya saya taunya baru setelah nonton filmnya yang rilis 23 Maret kemaren. Saya nonton trailernya pertama kali pas mau nonton Sherlock Holmes 2 dan setelah itu saya jadi hobi nonton trailer itu di Youtube. Ketagihan. Rupanya keputusan mengeluarkan duit Rp 35.000,00 sangat tepat karena filmnya emang asli EPIC.

Seminggu kemudian saya beli trilogi itu, 3 buku sekaligus karena kebetulan lagi ada diskon. Buku pertama, The Hunger Games, saya selesaikan dalam waktu 2 hari, waktu bersihnya malah mungkin kurang dari 24 jam. Buku yang menurut pengarangnya, Suzanne Collins, terinspirasi dari mitologi Yunani tentang cerita Theseus ini emang recommended banget buat dibaca. Pelajaran hidupnya banyak banget.

WARNING : SPOILER ALERT!!!!!!!! (Kalo ngga mau kehilangan rasa penasaran mending berhenti sampe sini ^_^)

The Hunger Games bercerita dari sudut pandang Katniss Everdeen, protagonis cewek kita, sang tokoh utama. Katniss tinggal wilayah miskin di Distrik 12 di negara Panem (wilayah yang dulunya bernama Amerika Utara) sama ibu dan Prim, adik perempuannya. Karena keluarganya emang miskin, Katniss harus jadi tulang punggung keluarga. Kegiatan rutinnya buat dapet makan sehari-hari adalah berburu di hutan di luar distrik, bareng sahabatnya Gale Hawthorne, bahkan di hari yang paling mengerikan buat seluruh penduduk Panem: Hari Pemungutan.

Hari Pemungutan yang diadain sekali tiap tahun itu selalu jadi awal bencana. Tiap distrik di Panem harus 'mengorbankan' satu cewek dan satu cowok umur 12-18 tahun, yang namanya kesebut di pemungutan itu, buat mengikuti Hunger Games, reality show yang bakal disiarkan ke seluruh negara. Reality show ini adalah bagian dari peraturan penguasa Panem yang totalitarian. Mending kalo reality show-nya semacem Indonesian Idol gitu. Masalahnya di Hunger Games ini para Tribute atau peserta mesti saling bertarung sampai mati, sampai cuma tinggal satu yang jadi pemenangnya. Dan Pemungutan tahun itu ternyata 'memanggil' Primrose Everdeen alias Prim sebagai Tribute cewek. Katniss, yang sayang banget sama Prim di atas segala-galanya seketika mengajukan diri ngegantiin Prim. Belum beres shock-nya Katniss, dia dibikin mumet lagi setelah nama Tribute cowok diumumin. Peeta Mellark. Cowok ini bisa dibilang pernah nyelametin nyawa Katniss (dan keluarganya) satu kali. Pastilah Katniss ngga mau cowok ini jadi orang yang mesti dia bunuh di arena.

Singkat cerita, dua orang ini digiring ke Capitol, ibukota Panem, tempat mereka latihan dan mempersiapkan diri buat Hunger Games. Ketika dia menghadapi Hunger Games, segala-gala yang terjadi di arena juga bikin Katniss bingung, masih ditambah dia harus struggling sama perasaannya sendiri. Di sini Katniss mulai mikir, kalopun dia bisa menang, hidup kaya raya, apa bener semuanya bakal berakhir sampe di situ dan semudah itu?

Selama dua hari baca buku ini, perasaan saya kaya diaduk-aduk. Dengan penuturan cerita dari sudut pandang orang pertama, saya menempatkan diri sebagai Katniss, yang punya tanggung jawab sama keluarganya, yang mengakibatkan dia masuk lebih dalam ke lubang malapetaka. Katniss juga bukan tipe cewek menye-menye. Dia ngga punya romantic affair dengan siapapun. Katniss bahkan ngga kepengen nikah dan punya anak karena takut anaknya bakal dipanggil buat ikut Hunger Games dan mati di sana. Dia membentuk dirinya jadi cewek yang kuat buat keluarganya, walau ternyata secara mental dia tetep butuh orang lain untuk jadi sandaran. Di arena justru Katniss mengenal para Tributes yang menyikapi Hunger Games yang berbeda-beda. Seperti Rue, cewek dari Distrik 11 yang ngingetin Katniss sama Prim. Mereka akhirnya jadi sekutu di arena, menjalin hubungan kakak-adik, dan ketika adegan Rue mati terbunuh di depan matanya Katniss, mata saya ngga bisa ngga berkaca-kaca. Ketangguhannya di kehidupan nyata sama hebatnya dengan di arena. Secara pribadi, saya acung lima jempol buat Katniss. Saya yang sarjana biologi aja belum tentu bisa bertahan hidup di alam. Tapi cewek ini sukses banget survive hidup di hutan begitu rupa.

Daaaannnn, dua cowok Gale Hawthorne dan Peeta Mellark dimunculkan sebagai orang-orang dengan posisi yang signifikan buat Katniss. Sejak dulu Gale adalah satu-satunya sahabat Katniss. Mereka selalu berburu bareng dan sama-sama jadi tulang punggung keluarga. Gale adalah satu-satunya cowok yang bisa bikin Katniss nyaman berbagi rahasia. Itulah kenapa Katniss bisa 'nitipin' keluarganya ke Gale

Sedangkan Peeta, dia adalah tokoh utama yang full diekspos di buku ini. Secara buku ini kebanyakan cerita tentang kehidupan Katniss di arena Hunger Games dengan dia sebagai teman satu distriknya. Peeta adalah sosok cowok yang menurut saya punya kepribadian yang langka. Dia memegang teguh pendiriannya ngga mau jadi boneka dalam permainan Capitol, walau dia sendiri ngga tau gimana caranya. Sifatnya bertolak belakang sama Katniss: kalem, punya kepandaian public speaking di atas rata-rata, sedikit emosional, dan (ini yang asli bikin meleleh) romantis parah. Dia tau kalo satu-satunya cara nyelametin hidupnya dan Katniss adalah dengan menjalankan strategi kasmaran. Tapi siapa yang tau kalo ternyata semua strategi kasmaran itu bukan sekedar strategi? Apalagi di arena mereka berbagi affection, saling melindungi dan sebagainya. Perasaan Peeta dibuka lebar-lebar di sini. Yang malah bikin perasannya Katniss tambah runyam.


Namanya juga buku young-adult, romantisme dapet porsi yang besar di buku ini. Adegan romantis ini jadi penyeimbang sempurna buat tema politik yang disorot jelas. Romansa itu juga menurunkan tensi cerita yang lumayan bikin deg-degan, gimana Katniss 'dikerjain' di arena. Kisah cintanya Katniss-Peeta, entah nyata entah stategi, ternyata berbalik mengancam kuasa absolut sang presiden. Ketika mereka memutuskan untuk mengakhiri permainan dengan cara tak terduga, sang penguasa marah besar. Dan berakhirlah buku pertama. Terus, gimana kelanjutannya? Ngga mungkin dua tokoh utama kita lolos gitu aja kan? Dan gimana kelanjutan strategi kasmaran mereka? Eh tunggu, strategi? Atau.... Sebenernya bukan?

Ini saya baru ngebahas bukunya, belum ngebahas filmnya. Besok lagi ya. Ini juga udah kebanyakan cerita, walaupun sejujurnya saya belum puas menggali bukunya, terutama bagian lope-lopenya. Hehehe.... 

Apapun yang terjadi, seengganya satu pelajaran harus bener-bener saya garisbawahi dari buku ini: Jangan pernah mau disuruh pura-pura jatuh cinta sama seseorang. Kalo suka beneran, REPOT!! XD

Tuesday, April 3, 2012

Allah Punya Cara-Nya Sendiri

Posted by Icha at 9:56 PM 0 comments
Satu pertanyaan saya kembali dijawab oleh Allah SWT.

Saya pernah bingung dengan prioritas diri sendiri. Saya punya begitu banyak keinginan, sampe bingung diri ini mesti dibawa ke mana.

Dalam keputusasaan, bukan deng, dalam rasa cape dan mentok berpikir, saya menyisipkan keinginan dalam hati. Saya ingin tau apa yang sebenarnya saya inginkan. Apa mau saya. Ke mana kaki saya pengen melangkah. Di mana hati saya ingin menghadap.

Jawaban ngga serta-merta datang. Saya diberi tawaran, disodorkan berbagai pilihan. Ada yang saya lepas, ada yang saya pertahankan. Ada yang saya terbangkan dengan ikhlas, ada yang saya kunci rapat-rapat dalam hati.

Satu kali, dua kali, dan seterusnya. Allah terus ngasih saya kemungkinan dan pilihan-pilihan yang harus saya jawab sendiri. Saya terus-terusan dihajar frustrasi. Saya diperlihatkan hal-hal yang sepele, tapi ngga jarang bikin migren kumat berhari-hari.

Saya membuang banyak pilihan. Saya melepaskan banyak kesempatan. Sampe di puncak frustrasi, saya cuma cerita ke Mama sambil lalu dan sama sekali ngga mau cerita sama sahabat saya, Gale Hawthrone saya yang bisa dibilang manusia bumi kedua yang tau kejadian-kejadian krusial dalam hidup saya. Saya kepengen cerita, tapi saya tau dia akan mencela saya habis-habisan. Mengkhotbahi saya, mengernyit membaca bbm saya dan pastinya hanya akan menanggapi dengan beberapa kalimat (atau mungkin satu) dengan inti yang teramat jelas: "Mau lo sebenernya apa sih, Cha?"

Dan di saat seperti inilah saya menunduk kembali ke Allah.

Rasulullah SAW bilang, ketika bingung, mintalah fatwa pada hatimu. Maksudnya jelas. Yang ngerti diri kita, yang ngerti tujuan kita ya cuma dua pihak: hati saya dan Allah SWT yang punya hati saya. Tapi saya pun tau, Allah ngga sekedar ngasih jawaban secara mak bedunduk kaya orang dapet balesan SMS. Allah punya cara sendiri. Allah mau saya berpikir, menelaah hati saya sendiri. Allah mau saya menemukan sendiri, apa yang sebenarnya saya mau.

Jawabannya sebenarnya sudah saya temukan sejak lama. Sebenernya saya udah tau apa yang saya mau. Cuma ya itu, ketutup sama keinginan-keinginan impulsif yang membuat pandangan kabur. Dan ketika jawaban itu udah terpeta jelas di depan mata, saya hanya perlu berdiri melawan dunia. Dunia yang ngga bakal sepenuhnya mendukung keputusan saya. Dunia yang bakal menyemprot saya sepuasnya, mencela dan menceramahi tentang betapa bodohnya saya, dan dunia yang akan mengangkat alis, melontarkan kata-kata sarkastis, dan menyesalkan apa yang saya lakukan.

Allah yang menunjukkan semua ini ke saya, jadi saya berasumsi bahwa Dia sudah ridho dengan pilihan saya. Sekali lagi, Allah memang punya cara yang unik dalam menangani hamba-hambaNya. Untuk saya, rasanya sangat jelas.

Allah menetapkan takdir, tapi memberi saya pilihan-pilihan, termasuk pilihan untuk berusaha dan berdoa demi mengubah yang buruk menjadi baik. Apa yang saya pilih, itulah takdir saya. Saya memilih jadi miskin, ya takdir saya miskin. Begitu pula sebaliknya. Saya diperbolehkan memilih takdir saya sendiri dan apapun takdir yang saya pilih, Allah pasti udah kasih ACC.

Alhamdulillah ya Allah.... ^_^
 

Confessions of A Not-It Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea