Friday, September 4, 2009

Why Should Be in Denial?

Posted by Icha at 5:41 PM
Kadang sesuatu yang paling kita hindari atau kita sangkal adalah sesuatu yang sesungguhnya paling kita setujui atau senangi atau inginkan.

Fakta yang lucu, kan? Kadang kita bilang engga untuk sesuatu yang sesungguhnya sangat kita inginkan cuma gara-gara gengsi. Atau kita menggelengkan kepala untuk suatu hal indah yang tersaji di depan mata hanya karena takut dengan omongan orang. Atau mungkin kita melakukan semua itu karena ego pribadi, prasangka yang terdoktrin di otak, barangkali juga trauma.

Itulah kenapa saya ambil gambar Elizabeth Bennet dan Mr Darcy dari film favorit saya sepanjang masa, Pride and Prejudice buat entry ini. Siapapun tau, dua orang yang jadi couple legendaris ini terlibat kisah cinta BBC alias benci bilang cinta. Pada intinya, mereka ogah mengakui kalau sebenarnya di hati masing-masing ada rasa kagum (dan akhirnya berkembang jadi sayang) untuk lawannya. Dan semua itu terjadi karena mereka sering berantem!! Oke, mungkin bukan cuma karena itu. Tapi apapun alasannya, toh pada akhirnya mereka mengakui kalau mereka sudah saling jatuh cinta.

Jujur, saya suka tersenyum geli sendiri kalau nonton tingkah couple ini di film. Geregetan gitu, kenapa sih, ngga ngaku aja kalo sama-sama suka. Tapi di dunia nyata (saya ngalamin sendiri, serius) memang lebih gampang menyangkal sesuatu yang paling kita inginkan. Apalagi kalau sesuatu itu berhubungan dengan perasaan dan menyangkut masa lalu. Ceileh..... Kita bilang ngga pengen balikan sama mantan, padahal sebenernya masih cinta setengah mati. Atau kalau kasusnya So Yi Jeong di Boys Before Flowers, bilangnya ngga percaya soulmate, padahal dalam hatinya udah terpatri bahwa cinta masa kecilnya adalah soulmate yang selama ini ngga pernah terucapkan.

Saya ngga munafik. Mungkin sekarang saya sedang mengalami hal yang sama. Ngga persis sama kaya kasusnya Lizzie-Darcy, tapi lumayan bikin saya frustrasi . Dan saya bertanya pada diri sendiri: why should be in denial ?? Saya bukan orang yang high-pride, juga bukan orang yang terbelenggu trauma masa lalu. Namun penyangkalan rupanya seperti jurus terbaik menghindari masalah: melarikan diri. Menghadapi ngga berani, tapi membuang jauh-jauh juga ngga bisa karena rasanya yang begitu enak di hati.

Mungkin cuma butuh keberanian. Mungkin juga cuma butuh waktu. Mungkin juga karena saya dan dia (^_^) belum yakin sama perasaan kami masing-masing. Dan mungkin saya juga ngga perlu terus-terusan menyangkal. Kalau memang membahagiakan kenapa harus disembunyikan? Bener ngga?

1 comments:

Anonymous said...

Pernah baca sih, kalo gak salah yang namanya Sigmund Freud adalah yang pernah membahas DENIAL ini. Menurut bliau, denial itu memang ada dan, meskipun kontradiktif antara otak dan perasaan, bahkan otak dengan otak, tetap saja DENIAL berjalan.

Ironis bahwa Freud sendiri, meskipun tahu bahaya merokok buat kesehatan dan kaitannya dengan kanker paru-paru, tapi tetap saja beliau menjadi perokok berat. Akhirnya Freud meninggal karena kanker paru-paru.

Beliau sendiri adalah contoh nyata dari DENIAL yang diformulasikannya sendiri.

Tanya Papa mu deh lebih lengkap tentang ini, aku cuma baca secuplik doang dan menuliskan ini berdasarkan ingatanku yang payah.

Keep writing ya Cha...

 

Confessions of A Not-It Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea