Awal pastinya saya ngga tau, tapi saya ingat saya pernah iseng menulis puisi, terus pas ada lomba puisi yang diadain HIMABIO tercinta, saya masukin puisi itu. Niat saya sih cuma buat nambahin jumlah peserta aja. Hehe..... Serius, saya ngga ada niatan menang. Secara bahkan di mata saya sendiri, puisi yang saya bikin itu picisan PARAH. Eh, taunya menang. Mungkin sejak saat itu saya jadi suka bikin puisi.
Puisi juga merupakan jalan 'pelampiasan' hobi saya menulis. Soalnya saya merasa belum organized dalam hal nulis prosa atau cerita. Saya emang udah nulis beberapa paragraf yang mempunyai tokoh, setting, dan plot, tapi ngga beres-beres juga dari dulu. Habisnya inspirasi datang dan pergi oh begitu saja. Hampir selalu datangnya pas saya ngga ngadep laptop. Alhasil inspirasi itupun menyublim tanpa sempat saya abadikan. Udah gitu, inspirasi sering cuma mampir sekelebat. Udah aja tuh, tangan saya ngga ngejar nulisnya. Akhirnya saya lebih suka menuangkan khayalan dan perasaan lewat puisi. Ngga usah panjang-panjang, ringkas, ngga perlu berwujud kalimat S-P-O-K juga jadi.
Puisi yang saya bikin jarang berbait-bait. Paling banter sejauh ini 15 baris. Soalnya saya orangnya lugas. Ngga suka berpanjang-lebar. Sampai-sampai bikin puisi pun kebawa. Pokoknya bicara langsung ke inti. Saya juga ngga suka pakai bahasa-bahasa tinggi. Cukup yang sederhana, yang umum. Karena buat saya, yang penting isinya bisa dimengerti orang yang baca. Indah engganya kan relatif. Kalau yang baca udah seneng saya kasih puisi, sepicisan apapun juga ngga akan jadi masalah. Hehehe.....
Saya suka bikin puisi dalam keadaan apa aja. Artinya kalau inspirasi tau-tau mampir di kepala, ya saat itulah saya akan bikin puisi. Biarpun gitu, saya bukan tipe manusia yang doyan bawa notes kecil plus pulpen ke mana-mana (you know lah,saya punya penyakit clumsy kronis). Jadilah si Benihime yang jadi alat tulis portabel. FYI, Benihime itu nama hape saya ^_^
Kecintaan saya sama puisi ngga lepas dari kecintaan saya sama hal-hal lain. Lagu, film, hujan, orang-orang di sekitar, semua itu jadi sumber inspirasi saya bikin puisi. Bahkan hal-hal remeh semacem SMS met malem/met pagi dari seseorang, kejadian bareng sobat, sampai momen praktikum bisa mengundang rangkaian kata-kata ke dalam benak saya. However, lagu tetap jadi sumber utama. Faktanya hampir semua puisi yang saya tulis terinspirasi dari lagu yang sedang saya dengarkan. Jadi jangan heran kalau melihat hampir di setiap puisi selalu saya tulis "inspired by the song....." pada bagian akhirnya.
Saya juga suka mendedikasikan puisi buat orang-orang penting dalam hidup dan hati saya. Ya walau puisi yang saya tulis ngga sampai ke tangan mereka. Sejujurnya saya senang menuliskan "dedicated to....." di akhir puisi. Mungkin karena semata-mata saya memang ingin mereka tahu apa yang saya rasakan terhadap mereka. Yup, karena saya ngga memungkiri bahwa mereka jugalah yang memberi saya inspirasi.
Dan soal puisi ini, saya ngga pernah lupa obrolan-setengah-berantem Elizabeth Bennet dan Mr. Darcy di film favorit saya sepanjang masa, Pride and Prejudice.
Mana yang benar, saya ngga tau. Saya cuma menikmati bikin puisi, menikmati membacanya, menikmati setiap momen yang terekam dalam setiap kata, dan tentu saja, menikmati taste dari puisi itu sendiri.
Satu lagi, poetry is not the food of love. In some ways, it is LOVE.
Saya juga suka mendedikasikan puisi buat orang-orang penting dalam hidup dan hati saya. Ya walau puisi yang saya tulis ngga sampai ke tangan mereka. Sejujurnya saya senang menuliskan "dedicated to....." di akhir puisi. Mungkin karena semata-mata saya memang ingin mereka tahu apa yang saya rasakan terhadap mereka. Yup, karena saya ngga memungkiri bahwa mereka jugalah yang memberi saya inspirasi.
Dan soal puisi ini, saya ngga pernah lupa obrolan-setengah-berantem Elizabeth Bennet dan Mr. Darcy di film favorit saya sepanjang masa, Pride and Prejudice.
Elizabeth Bennet: And that put paid to it. I wonder who first discovered the power of poetry in driving away love?
Mr. Darcy: I thought that poetry was the food of love.
Elizabeth Bennet: Of a fine stout love, it may. But if it is only a vague inclination I'm convinced one poor sonnet will kill it stone dead.
Mana yang benar, saya ngga tau. Saya cuma menikmati bikin puisi, menikmati membacanya, menikmati setiap momen yang terekam dalam setiap kata, dan tentu saja, menikmati taste dari puisi itu sendiri.
Satu lagi, poetry is not the food of love. In some ways, it is LOVE.
0 comments:
Post a Comment