Thursday, August 21, 2008

Sejenak Melihat ke Bawah

Posted by Icha at 9:29 AM
Kalau ngga salah pas tanggal 17 Agustus kemaren, saya nonton reality show Jika Aku Menjadi... yang ditayangkan Trans TV. Waktu itu episodenya tentang mantan pejuang yang sekarang berprofesi sebagai tukang patri keliling. Kebayang, saya bener-bener terenyuh dibuatnya.

Saya terenyuh melihat kehidupan aki (kakek-bhs. Sunda) yang jadi tokoh utama episode itu. Bayangkan, dulunya dia berjuang mati-matian mengorbankan nyawa untuk merebut kemerdekaan, ikut gerilya, ikut angkat senjata, tapi sekarang hidupnya jauh dari layak. Sekarang, ketika Indonesia sudah merdeka, dia ngga bisa menikmati hasil perjuangannya sendiri. Si aki ini sekarang harus menjadi seorang tukang patri keliling demi menyambung hidup. Dia mesti rela jalan kaki ke sana-kemari, memikul alat-alat patri yang sedemikian beratnya, dan dia ikhlas menerima berapapun upah yang dibayarkan kepadanya. Bahkan ketika saya nonton, saat itu si aki cuma dibayar dua ribu rupiah!! Ngga sebanding dengan semua perjuangan yang harus dia lewati untuk mencari duit, kan?

Ketika melihat kehidupan di rumahnya, semuanya bikin saya lebih sedih lagi. Rumahnya kecil, sumpek, kamar mandi menyatu dengan dapur, dan kalau mau BAB harus jalan dulu ke empang. Saya berpikir, betapa ngga sehatnya hidup seperti itu. Ketika waktu makan tiba, aki dan keluarganya duduk melingkar, makan bersama hanya dengan nasi berlauk garam. Melihat itu, saya asli speechless. Saya bertanya dalam hati, apa setiap hari mereka makan seperti itu?

Kebetulan, saat saya nonton saya sedang makan. Melihat aki dan keluarganya hanya makan nasi berlauk garam, saya berhenti makan sejenak. Saya pandangi apa yang ada di depan saya. Saya melihat apa yang saat itu terhidang di meja makan. Dan saya langsung mengucap hamdalah berkali-kali dalam hati. Meski saat itu saya hanya makan masakan rumahan buatan Mama (sayur bening+tahu goreng+kerupuk yang jadi favorit saya sejak kecil), seketika saya merasa apa yang saya makan jadi berkali lipat lezatnya. Apalagi siangnya saya puasa, jadi makin berasa nikmat segala yang masuk mulut. Saya perhatikan lagi semua yang ada dalam jangkauan pandangan saya. Toples berisi cemilan yang disiapkan Mama buat menyambut saya pulang, kulkas dan lemari dapur yang terisi berbagai macam bahan untuk membuat masakan kesukaan saya, rumah yang meski kecil tapi warm sekaligus adem ayem, kamar dan kasur yang nyaman, semua membuat saya tak henti mengucap hamdalah.

Saya ingat waktu itu, Mama menemani saya makan dan bilang,"Mba, kita memang bukan orang yang setiap hari makan enak di restoran. Rumah kita juga tergolong kecil dan ngga mewah. Tapi coba Mba liat ke bawah, masih ada orang-orang yang hidupnya jauh lebih susah dibanding kita. Jadi Mba ngga boleh lupa bersyukur. Kalau kita bersyukur, hidup kita akan serbacukup dan bahagia."

Saya memang cuma mengangguk, tapi saya save ucapan Mama kata per kata di otak saya. Saya berjanji pada diri sendiri bahwa saya akan lebih banyak bersyukur, lebih banyak melihat ke bawah. Saya sendiri kagum dengan keikhlasan aki yang rela menerima kondisi dan rezeki dari Allah SWT sekecil apapun itu. Meski hanya makan nasi berlauk garam, hidup serbasederhana (bahkan mungkin kurang dari itu), aki tetap bisa tersenyum dan bersyukur. Semoga saya yang diberi lebih juga bisa bersyukur dan melihat ke bawah dengan porsi yang lebih.

Semoga selalu seperti itu.

0 comments:

 

Confessions of A Not-It Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea